Anjing-anjing Bandung
Anjing-anjing Bandung
(cerpen)
(cerpen)
Suatu siang di daerah Bandung yang sejuk.
Seorang pemuda bernama Samara mendatangi sebuah lubang yang telah ia gali selama berhari-hari. Ia hendak membangun (membina) sebuah sumur. Bekas galian Samara belum terlalu dalam sehingga air pun belum muncul dari dalam tanah.
Samara melihat ada seekor anjing betina di tepi lubang. Anjing itu terus berputar-putar (pusing-pusing) mengelilingi lubang. Dari dalam mulutnya yang berbusa, lidahnya menjulur keluar masuk berulang kali.
Bukannya merasa iba dan kasihan, Samara malah melempar anjing itu. Tak cukup sampai di situ, Samara lalu mulai menyerang. Ia memukul anjing itu dengan senapan berburu miliknya yang sudah tua.
Meskipun dipukul berkali-kali, anjing itu tetap berputar-putar di sekitar lubang tersebut. Sekali ini dengan gerakan yang semakin lemah akibat pukulan. Berulang kali anjing betina itu melengking pelan.
Fisik anjing itu sudah sedemikian lemah dan hampir pingsan, namun semangatnya masih kuat dan terus berputar. Sesekali (sekali sekala) ia menjulurkan kepalanya ke dalam lubang.
Dengan tak sabar lagi, Samara akhirnya menembak anjing itu sampai mati.
Sinar penderitaan di mata anjing betina kurus itu tak juga membuat hati Samara lunak.
Dooorrrr..!!! Dooorrr... !!!
Tanpa menjerit sedikitpun, anjing betina rebah ke tanah. Mati.
Ada air yang mengalir dari kedua matanya.
Samara kemudian turun ke dalam lubang. Bau busuk menyengat hidungnya. Di dalam lubang, Samara melihat seekor anjing jantan tergeletak mati. Nampaknya ia terperosok tanpa sadar ke dalam lubang ini. Separuh badannya telah tertutup tanah. Dan anjing jantan itu menggigit setangkai bunga mawar yang telah layu.
Samara mulai mengerti. Anjing jantan inilah yang setiap pagi mengambil sekuntum mawar di serambi rumahnya, untuk diberikan kepada kekasihnya, anjing betina.
Seorang pemuda bernama Samara mendatangi sebuah lubang yang telah ia gali selama berhari-hari. Ia hendak membangun (membina) sebuah sumur. Bekas galian Samara belum terlalu dalam sehingga air pun belum muncul dari dalam tanah.
Samara melihat ada seekor anjing betina di tepi lubang. Anjing itu terus berputar-putar (pusing-pusing) mengelilingi lubang. Dari dalam mulutnya yang berbusa, lidahnya menjulur keluar masuk berulang kali.
Bukannya merasa iba dan kasihan, Samara malah melempar anjing itu. Tak cukup sampai di situ, Samara lalu mulai menyerang. Ia memukul anjing itu dengan senapan berburu miliknya yang sudah tua.
Meskipun dipukul berkali-kali, anjing itu tetap berputar-putar di sekitar lubang tersebut. Sekali ini dengan gerakan yang semakin lemah akibat pukulan. Berulang kali anjing betina itu melengking pelan.
Fisik anjing itu sudah sedemikian lemah dan hampir pingsan, namun semangatnya masih kuat dan terus berputar. Sesekali (sekali sekala) ia menjulurkan kepalanya ke dalam lubang.
Dengan tak sabar lagi, Samara akhirnya menembak anjing itu sampai mati.
Sinar penderitaan di mata anjing betina kurus itu tak juga membuat hati Samara lunak.
Dooorrrr..!!! Dooorrr... !!!
Tanpa menjerit sedikitpun, anjing betina rebah ke tanah. Mati.
Ada air yang mengalir dari kedua matanya.
Samara kemudian turun ke dalam lubang. Bau busuk menyengat hidungnya. Di dalam lubang, Samara melihat seekor anjing jantan tergeletak mati. Nampaknya ia terperosok tanpa sadar ke dalam lubang ini. Separuh badannya telah tertutup tanah. Dan anjing jantan itu menggigit setangkai bunga mawar yang telah layu.
Samara mulai mengerti. Anjing jantan inilah yang setiap pagi mengambil sekuntum mawar di serambi rumahnya, untuk diberikan kepada kekasihnya, anjing betina.